metro24jam.com – Peneliti telah menemukan bahwa akan terjadi tubrukan antara Bimasaksi dengan galaksi lain. Hal itu ditandai dengan semakin mendekatnya orbit Antlia 2 atau biasa disebut ilmuwan sebagai ‘Hantu Galaksi’.
Antlia 2, yang baru ditemukan tahun lalu, selama ini mengorbit di Bima Sakti, tak hanya sekedar menjadi ‘kuda hitam’. Galaksi gelap itu diduga menjadi penyebab riak aneh dalam gas hidrogen yang membentuk cakram luar Bima Sakti.
Menurut penelitian terbaru itu, posisi Antlia 2 saat ini sangat konsisten akan bertabrakan dengan Bima Sakti ratusan juta tahun, sehingga menyebabkan gangguan yang terlihat saat ini.
Makalah ini telah dikirim untuk publikasi dan sedang menjalani peer review (evaluasi ilmuwan lainnya).
Antlia 2 kembali mengejutkan ketika muncul dalam rilis data misi satelit Gaia kedua tahun lalu. Sangat dekat dengan Bima Sakti–salah satu galaksi satelit kita–dan benar-benar luar biasa, karena luasnya seukuran Awan Magellan Besar (galaksi satelit lain dari Bima Sakti).
Tapi pergerakannya sangat menyebar dan tak disadari serta tersembunyi dari pandangan pada cakram galaksi, yang menyebabkannya tidak terdeteksi.
Rilis data itu juga menunjukkan, riak detail yang lebih besar di cakram Bimasakti.
Tetapi para astronom sebelumnya sudah mengetahui tentang gangguan di wilayah cakram tersebut selama beberapa tahun terakhir, bahkan sebelum datanya sejelas yang disajikan Gaia.
Berdasarkan informasi sebelumnya pada tahun 2009, astrofisikawan Sukanya Chakrabarti dari Institut Teknologi Rochester dan koleganya meramalkan, adanya keberadaan galaksi kerdil yang didominasi materi gelap, di lokasi persis di mana Antlia 2 ditemukan hampir satu dekade kemudian.
Menggunakan data terbaru Gaia, tim kemudian menghitung lintasan masa lalu Antlia 2, lalu menjalankan serangkaian simulasi dan hasilnya cukup mencengangkan.
Tidak hanya mengetahui posisi galaksi kerdil itu saat ini, tetapi para ilmuwan juga mengetahui riak yang terjadi di cakram Bimasakti akibat tabrakan kurang dari satu miliar tahun lalu.
Sebelumnya, tim peneliti lain menghubungkan gangguan ini dengan interaksi dengan Galaksi Spheroidal Sagittarius Dwarf, satelit lain dari Bima Sakti.
Chakrabarti dan timnya juga menjalankan simulasi skenario ini dan menemukan bahwa gravitasi galaksi Sagitarius mungkin tidak cukup kuat untuk menghasilkan efek yang diamati oleh Gaia.
“Jadi,” tulis para peneliti dalam makalah mereka, “kami berpendapat bahwa Antlia 2 kemungkinan merupakan penggerak dari gangguan besar yang teramati di cakram gas luar galaksi.”
Simulasi sebelumnya yang dilakukan tim penemu Antlia 2 menduga bahwa banyak materi galaksi kerdil, dari waktu ke waktu, telah diserap melalui interaksi pasang surut dengan Bima Sakti. Jika keduanya bertabrakan, itu salah satu cara yang mungkin setidaknya beberapa material dipindahkan.
Dan jika keduanya bertabrakan, ini akan memungkinkan para astronom melacak sejarah galaksi kerdil, yang bisa memberi sedikit pencerahan pada profil materi gelapnya.
Ketika sebagian besar waktu materi gelap cenderung menggumpal di pusat-pusat galaksi, penyebaran luar biasa Antlia 2 bisa berarti itu pisat distribusi yang berbeda.
Prediksi Chakrabarti sebelumnya sangat bergantung pada kehadiran materi gelap.
“Jika Antlia 2 adalah galaksi kerdil yang kami prediksi, kita tahu seperti apa orbitnya. Kita tahu itu harus mendekati cakram galaksi,” katanya.
“Hal itu menyebabkan batasan ketat, bukan hanya pada massa, tetapi juga profil kerapatannya. Itu berarti bahwa pada akhirnya kita dapat menggunakan Antlia 2 sebagai laboratorium unik untuk mempelajari tentang sifat materi gelap,” imbuhnya seperti dikutip ScienceAlert.
Masih ada kemungkinan bahwa sesuatu yang lain terkait munculnya riak-riak tersebut, tetapi tim peneliti telah memikirkan hal itu juga.
Berdasarkan rekonstruksi peristiwa masa lalu, mereka memperkirakan posisi masa depan bintang-bintang di Antlia 2.
Rilis data Gaia berikutnya akan jatuh tempo dalam satu atau dua tahun. Jika data tersebut cocok dengan prediksi tim, itu akan menambah bobot signifikan pada teori mereka.
Penelitian ini telah diajukan kepada The Astrophysical Journal Letters, dan dipublikasi di arXiv. (sci/asp)